14 November 2012

Indonesia, Amerika Serikat, dan Masyarakat Papua


Indonesia, Amerika Serikat, dan Masyarakat Papua





13454456231810306372

Sumber: matanew.com

Oleh : Supriadi Purba

Kasus pelanggaran hak asasi manusia di Papua sudah menjadi pembicaraan sesudah dan sebelum reformasi 1998. Kasus Papua yang sudah sampai ke Amnesti Internasional menunjukkan bahwa peristiwa serta persoalan yang selama ini terjadi bukan persoalan biasa melainkan persoalan serius sehingga seharusnya harus diselesaikan secepatnya. Khusus terhadap persoalan Organisasi Papua Merdeka yang banyak dari mereka melakukan suaka ke berbagai negara dan sebagian lagi dijadikan sebagai tahanan di dalam negeri harus segera melakukan rekonsiliasi dengan pemerintah Indonesia untuk membicarakan masa depan tanah Papua.
Keinginan sebagian masyarakat Papua untuk merdeka adalah bagian dari kekecewaan terhadap Jakarta serta ada kepentingan asing terhadap Papua melalui gerakan yang bagi Indonesia disebut separatis. Namun pada prakteknya bukan solusi yang kemudian menjadi hasil kedua belah pihak namun lebih kepada jatuhnya korban jiwa yang menyebabkan pada satu sisi Indonesia sering dipersalahkan karena korban biasanya dari Organisasi Papua Merdeka.
Kekuatan militer yang kemudian dikerahkan ke Papua akhirnya disoroti oleh dunia Internasional dan selanjutnya tidak jarang Indonesia dikecam dan diancam sanksi oleh PBB. Dialog seharusnya dikedepankan dalam setiap persoalan yang dihadapi oleh kedua belah pihak, kekerasan hanya menyebabkan rentetan ketakutan dan penderitaan terhadap masyarakat umum. Jakarta juga harus memang memperhatikan nasip Papua, otonomi khusus yang selama ini menjadi pembenaran Ibu Kota sudah tidak lagi memiliki kekuatan akibat otonomi khusus yang didiberikan bukan membangun Papua ke masa depan yang lebih baik namun lebih kepada tidak jelasnya kemana dana triliunan rupiah yang dianggarkan setiap tahunnya.

Kepentingan Asing

13454456761945709322
Sumber :inilah.com

Masyarakat Indonesia sudah bosan dengan keberadaan PT Freeport yang sudah lebih 50 tahun berdiri di Papua. Disamping tidak sebanding pendapatan antara Indonesia dan PT Freeport juga karena ternyata PT Freeport merusak lingkungan serta menciptakan konflik di Tanah Papua. Negara tahu bahwa keberadaan PT Freeport sudah tidak lagi benar di Indonesia, namun pemerintah takut karena Amerika Serikat di belakangnya memiliki pengaruh besar terhadap Papua. Jika pemerintah dengan tegas mengatakan memberhentikan operasi perusahaan raksasa global tersebut dan memulangkan mereka ke negaranya maka masa depan Indonesia bisa kehilangan Papua karena Indonesia menentang Amerika Serikat.
Artinya Indonesia mempertahankan keberadaan PT Freeport di Indonesia dengan banyak gejolak yang dihadapinya akibat tekanan kuat Amerika Serikat. Wacana ini bukan tidak beralasan, ini berkaitan dengan emas yang lari ke Amerika Serikat jumlahnya berton-ton setiap tahunnya. Isu kemudian berkembang adalah bahwa emas dari Papua merupakan penyumbang terbesar bagi pendapatan Amerika Serikat, coba bayangkan bagaimana tidak Amerika Serikat melalui perusahaan raksasanya tidak memperjuangkan mati-matian keberadaan perusahaanya di Indonesia.
Tekanan yang ditujukan oleh ahli-ahli ekonomi mengenai keberadaan kepentingan asing di Papua tidak pernah didengar oleh pemerintah. Tekanan seperti Indonesia untuk mengambil alih kepemilikan atas PT Freeport malah kemudian diwacanakan dengan pertanyaan siapa yang mengelolanya, memangnya ada ahli-ahli Indonesia yang mampu mengolahnya?. Pertanyaan ini dengan sendirinya mengkerdilkan Indonesia dan akan sulit besar.
Sukarno pernah mengatakan bahwa kemandirian bangsa adalah kebanggaan yang tidak ternilai. Kemandirian di bidang ekonomi merupakan salah satu cita-citanya yang hingga hari ini dicederai oleh penerusnya hanya karena ketakutan terhadap asing dan menyerah pada kemunafikan. Anehnya aparat negara yang seharusnya  fungsinya seharusnya mengayomi masyarakat malah melakukan pengamanan super ketat terhadap perushaan asing dengan Imbalanya yang tidak seberapa dibanding dengan cita-cita bangsa ini. Hanya dengan Rp 1.250.000 perbulannya dan 14 Juta dollar Amerika pertahunya aparat menggadaikan harga dirinya, seharusya mereka malu!.

Indonesia dan OPM Bersatulah!

13454458241772999545
Sumber: matanews.com

Selama ini Indonesia selalu menganggap Organisasi Papua Merdeka sebagai musuh negara sehingga pada perjalannya selalu ada bentrok dan perang yang menyebabkan jatuhnya korban di kedua belah pihak. Indonesia tida pernah menghadapi OPM dengan kepala dingin, justru semakin banyak dari OPM yang ditangkap dan dibunuh maka semakin kuat perjuangan mereka. bodohnya pemerintah, Indonesia tidak belajar dari sejarahnya sendiri, bagaimana bangsa Indonesia melawan belanda dulu.
Biasanya murid lebih bodoh dari gurunya ini malah guru lebih bodoh dari muridnya. Jadi selama pemahaman itu tidak brubah, OPM terus eksis bahkan semakin kuat(George Junus Aditjondro, Cahaya Bintang Kejora). Seharusnya Indonesia bisa belajar dari Canada, bagaimana Canada mampu menghadapi separatis Quebec dengan kebijakan yang baik bukan malah menggunakan kekerasan.
Dengan tuntutan separatis Quebec merdeka dari Canada, dimana mereka merasa didominasi oleh orang-orang berbahasa Inggris, yang kultur dan bahasanya berbeda. Akhirnya bahasa Prancis dinaikkan sejajar dengan bahasa Inggris maka kemudian dengan sendirinya separatis hilang dan partai yang selama ini dibentuknya dengan sendirinya kehilangan pemilihnya.
Jadi pemerintah harus mampu melakukan rekonsiliasi dengan OPM sehingga ada kemajuan yang kemudian bisa dirasakan oleh masyarakat Papua khususnya masa depan yang lebih baik. Bukan malah mengirim aparat kepolisian dan TNI dengan senjata lengkap yang hanya memperkeruh suasana dan semakin besar peluang terjadinya pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Selanjutnya kenyataan tidak boleh dipungkiri bahwa eksistensi OPM akan terus berregenerasi akibat ada tujuan yang sama layaknya dulu Indonesia yang melawan kolonialisme Belanda.
Dengan dilandasi atas dialog serta dengar pendapat masing-masing maka diharapkan kemudian tidak ada ketegangan di kemudian hari karena dialog yang kemudian menjadi jalan terakhir untuk mencapai kesepakatan bukan malah melakukan kekerasan. Sudah cukuplah kekerasan yang terjadi dan memakan korban di pihak Indonesia dan OPM, saatnya mengibarkan panji-panji perdamaian dan satukan kekuatan untuk menghadapi kekuatan asing yang ada di Papua. Karena musuh bersama sejatinya bukan OPM atau Pemerintah Indonesian-nya tetapi pihak asing yang memiliki kepentingan besar untuk negaranya yang mengorbankan Papua tentunya.

Tidak ada komentar: